
Krisis energi di Indonesia kian miris. Untuk itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan nasional pembangunan energi kolektif. Hal ini dimaksudkan sebagai solusi yang mampu mengatasi persoalan krisis energi.
Selain meningkatkan produktivitas energi, pembangunan energi kolektif harus mampu menurunkan penggunaan bakar minyak (BBM). Menunjang itu semua, Rektor UGM, Prof. Pratikno berpartisipasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengurangi konsumsi energi BBM.
“Angka subsidi BBM mencapai 20 persen dari total APBN atau sekitar Rp 311 triliun. Itu tidak wajar. Maka perlu kebijakan energi yang kolektif untuk mengatasi masalah ini,” tegas Prof. Pratikno di sela pelaksanaan Kongres Nasional Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia di Balai Senat UGM, kemarin.
Prof. Pratikno menjelaskan, kebijakan energi kolektif dapat terwujud bila fragmentasi antar-lembaga pemerintah dikurangi. Kebijakan energi kolektif tersebut juga harus memuat langkah meningkatkan produksi energi baru dan terbarukan.
“Sejak awal kami mengikrarkan diri sebagai laboratorium energi dengan mengupayakan aplikasi berbagai energi terbarukan seperti biomass. Tahun depan, kami akan memperbanyak penggunaan energi tenaga surya di lingkungan kampus,” ujar Prof. Pratikno.
Upaya itu ditempuh UGM sebagai wujud komitmen sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat. Termasuk meningkatkan penelitian dan pengembangan, baik yang berskala teknologi mikro maupun makro.
Selain dari sisi teknologi, UGM juga melatih dan berharap mampu memproduksi lebih banyak sumber daya manusia yang ahli dalam memproduksi energi terbarukan.@Teguh RA
0 comments:
Post a Comment