Saturday, 25 January 2014

Ongkos nyapres mahal, bos..!

LENSAINDONESIA.COM: Jika politisi partai Golongan Karya (Golkar) mengatakan mahalnya ongkos nyapres disebabkan oleh tingginya kebutuhan kampanye, senada dengan Pakar Ilmu Politik dari Charta Politika, Arya Fernandes menyebutkan, setidaknya ada lima faktor penyebab tingginya

ongkos nyapres.


“Korelasinya ada (ongkos tinggi nyapres dengan kampanye), namun ada lima hal yang menyebabkan tingginya biaya nyapres,” ujar Arya di Cikini, Jakarta, Sabtu (25/1/2014).


Baca juga: Sempitnya waktu kampanye jadi penyebab maraknya iklan kampanye dan Pantau kedatangan Atut, Golkar bentengi serangan lawan politik


Dikatakan Arya secara garis besar, banyak perubahan pola dan tren dalam iklim persaingan politik menuju pemilihan umum (Pemilu) 2014 mendatang. Dikatakannya, perubahan tersebut meliputi persaingan besar dari segi materi.


Lima faktor yang disebutkan Arya adalah, terjadinya perubahan model kampanye pada rezim Pemilu 2014 ini.


Dikatakan Arya, tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mencolok, hal tersebut menyebabkan tiap-tiap pasangan calon harus merogoh kocek yang dalam untuk sekedar sosialisasi. Ditambahkan Arya, pada celah ini pengusaha-pengusaha (terutama pengusaha di bidang media massa) mendapat kesempatan masuk Parpol.


“Masuknya pengusaha adalah tren baru, yang dibutuhkan partai untuk kampanye,” ujar Arya.


Yang kedua, terjadi pergeseran antara perencanaan kampanye yang sporatif dan perencanaan kampanye yang berkelanjutan. Pergeseran model perencanaan kampanye tersebut dikatakan Arya terjadi sejak sistem Pemilu lahir di Indonesia.


Ditambahkan Arya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan partai Demokrat telah lama menggunakan sistem perencanaan berkelanjutan.


“Sementara kampanye berkelanjutan sudah dilakukan SBY dari 2004 hingga 2009, itu biayanya mahal,” kata Arya.


Ketiga, Arya berpendapat, masuknya kalangan profesional dalam bidang politik, baik pengamat, praktisi, maupun spesialis politik, turut mempengaruhi harga.


“Orang profesional ini mulai masuk dan memengaruhi harga. Karena memang ada kebutuhan untuk branding Capres. Saya kira ini logika pasar,” tutur Arya.


Yang keempat lanjutnya, kemunculan saluran televisi sebagai media yang jadi pilihan utama peserta Pemilu 2014 untuk mensosialisasikan diri juga menjadi penyebab mahalnya ongkos nyapres.


“Seperti, 54% dana kampanye Presiden AS Barack Obama habis di iklan. Saya kira begitu pula untuk 2014 di pilpres Indonesia,” ungkap Arya.


Terakhir kata Arya, sifat politik yang berubah turut ambil andil dalam mahalnya ongkos nyapres. Dijelaskan Arya, sifat politik pada Pemilu 2014 ini semakin personal, dimana kandidat (secara personal) harus melakukan personal branding untuk mendompleng popularitas dan elektabilitasnya.


“Maka itu, kalau ada yang bilang biaya nyapres murah, itu mimpi,” tukas Arya. @yudisstira


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript



sumber : Ongkos nyapres mahal, bos..!

0 comments:

Post a Comment