LENSAINDONESIA.COM: Polemik antara pemerintah dan pengusaha tambang terus bergulir. Sebelumnya, kekhwatiran datang dari para pekerja tambang yang diduga akan ada dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, sekarang pengusaha tambang juga akan menolak pungutan bea keluar.
Apalagi, dikabarkan pemerintah belum menetapkan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) tahun 2014 milik PT.Freeport Indonesia dan PT.Newmont Nusa Tenggara.
Baca juga: Kepercayaan Presiden SBY pada sihir jadi perbincangan media asing dan Tantowi Yahya sarankan SBY pakai tangan besi atasi bencana banjir
Meresponi hal ini, Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman pesimis terhadap Pemerintah untuk bisa mempertahankan kepentingan rakyat, yakni membiarkan penolakan dua perusahaan besar tersebut.
“FI (PT.Freeport Indonesia) dan NNT (PT.Newmont Nusa Tenggara) paham betul mental inlander dan lembek rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika berhadapan dengan kepentingan kartel korporasi,” ujar Erwin dalam pesan elektroniknya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/01/14).
Lebih lanjut, Erwin mencurigai akan sikap penolakan dua perusahaan, menurutnya justru sikap tersebut sebagai strategi untuk menegosiasi ulang.
“Penolakan mereka pada skema renegosiasi dan penerapan UU Minerba baik terkait pemurnian bijih mineral 100% dalam negeri maupun soal BK progresif menunjukkan dominasi dan kuasa kotor mereka pada pemerintah dan elit politik republik,” imbuhnya.
Erwin juga menuding kedua perusahaan tersebut sebagai perusahaan kartel yang rakus binaan Negara Amerika Serikat (AS).
“FI dan NNT adalah dua kartel korporasi rakus asal Amerika Serikat yang sejak tahun 1970 an sudah menjarah kekayaan alam Indonesia,” terangnya.
“Oleh karenanya, Kita lihat bagaimana pemerintahan SBY memberi respon atas tekanan dua kartel korporasi tambang tersebut,” pungkasnya. @firduasi
sumber : Pemerintahan SBY lembek dihadapan kepentingan kartel korporasi
0 comments:
Post a Comment